Kesehariannya, Nurul Hayati hanya berprofesi sebagai penjual air tebu di kawasan pasar Tabing yang pendapatannya tidak seberapa. Apalagi dimusim hujan saat ini, di mana, air tebu, sepi peminat. Hasil jualan yang tidak seberapa itulah yang digunakannya untuk bertahan hidup sehari-hari. Maklum, suaminya, Ridwan yang merantau di Jakarta juga mengalami kesulitan ekonomi di rantau orang.
Nurul Hayati juga sempat menyerah dengan beratnya kehidupan yang dihadapinya saat ini. Namun dia mencoba untuk tegar, dengan harapan sang anak, Ihsan mampu mengubah hidupnya suatu saat ini. Namun takdir berkata lain. Buah hatinya yang telah selama 12 tahun menemaninya dalam suka maupun duka, kini telah dipanggil Allah SWT.
Baca juga :Truk Beroda 22 Terguling, Jalan Sitinjau Lauik Macet Panjang
Masih membekas diingatan Nurul Hayati. Di mana, Ihsan merupakan anak yang pandai berhemat. Belanja sekolah sebesar Rp 5.000 tersebut, kadang disisihkannya untuk membuat layang-layang. Satu layang-layang kadang dijualnya hingga Rp 15.000. Hasil penjualan dari layang-layang inilah yang dikumpulkannya agar bisa menambah biaya makan keluarganya.
Tidak ada firasat yang dirasakan Nurul Hayati dengan kepergian Ihsan. Melainkan, sepekan sebelum kepergiannya, dia merasa Ihsan begitu manja dan ingin selalu berada di dekat ibunya. Ini berbeda dari hari biasanya, di mana dia jarang sedekat itu dengan mamanya.
Selain itu, Ihsan sebelumnya juga memang sering gelisah jika tidur malam. Namun entah kenapa, sejak sepekan sebelum kepergiannya, Ihsan selalu terlihat begitu nyenyak ketika tidur.
Belum Sempat Membelikan Baju Koko






