Opini  

Bus Sekolah Gratis Kabupaten Belitung Timur, Jembatan Kesetaraan Akses Pendidikan dan Keselamatan

Oleh : Djoko Setijowarno (Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata)

Upaya peningkatan layanan berupa pelatihan awak angkutan dan sosialisasi pada pengguna layanan. Penggunaan teknologi digital dalam operasional layanan.

Layanan yang akuntabel, efektif dan efisien serta ipaya pengembangan armada dengan pengajuan bantuan/proposal kepada Kementerian maupun melalui Program CSR.

Partisipasi swasta

Selain itu, empat perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Belitung Timur turut berpartisipasi dalam menyediakan fasilitas pendidikan berupa 15 unit armada angkutan sekolah gratis. Inisiatif ini merupakan bentuk dukungan pihak perkebunan untuk memastikan anak karyawan yang tinggal di kompleks perumahan perkebunan, serta siswa dari masyarakat umum di sekitarnya, dapat mengakses sekolah terdekat dengan mudah dan aman.

Armada tersebut disediakan oleh PT Steelindo Wahana Perkasa (5 bus sedang), PT Parit Sembada (1 bus sedang), PT Sahabat Mewah Makmur (5 bus sedang) dan PT Alam Karya Sejahtera (4 bus sedang)

Baca juga :Kafilah Padang Panjang Tampil di 26 Cabang di Hari Pertama Pelaksanaan MTQ Nasional ke-41

Tantangan pengembangan

Dalam upaya mengembangkan layanan bus sekolah, Pemerintah Kabupaten Belitung Timur menghadapi empat kelompok tantangan utama: geografis dan jangkauan (terkait aksesibilitas), finansial dan keberlanjutan, sosial dan kompetisi moda transportasi, serta kelembagaan dan operasional.

Secara geografis dan jangkauan, Kabupaten Belitung Timur menghadapi kendala serius yang memengaruhi efisiensi layanan bus sekolah. Dengan kepadatan penduduk yang relatif rendah dan tersebar, rute yang harus ditempuh bus menjadi panjang dan tidak efisien, mengakibatkan tingginya biaya operasional per penumpang. Selain itu, kondisi jalan di beberapa daerah terpencil atau pedesaan sering kali buruk dan sempit, menyulitkan bus besar untuk bermanuver dan mempertahankan jadwal yang tepat waktu. Tantangan ini diperparah oleh kebutuhan untuk melayani siswa dari berbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA) yang lokasinya tidak terpusat.

Tantangan finansial dan keberlanjutan program bus sekolah dapat diuraikan menjadi tiga poin utama. Pertama, tingginya biaya operasional menjadi kendala signifikan. Biaya bahan bakar, perawatan armada, dan gaji pengemudi tetap tinggi, khususnya untuk rute yang panjang, dan jika tingkat keterisian bus rendah, maka subsidi APBD yang dibutuhkan akan melonjak drastis.

Kedua, terdapat ketergantungan yang kuat pada APBD. Skema pembiayaan bus sekolah sangat bergantung pada alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang memiliki keterbatasan dan harus bersaing dengan kebutuhan sektor prioritas lain. Ketiga, adanya dilema skema tarif vs subsidi, di mana Pemerintah Daerah harus menentukan apakah layanan harus sepenuhnya gratis (subsidi 100 persen) atau mengenakan tarif minimal. Penetapan tarif berbayar harus dipertimbangkan matang agar tetap terjangkau dan tidak membebani masyarakat miskin.