Tak hanya menangani laporan reguler, Ombudsman Sumbar juga merespons 23 laporan berstatus urgen melalui mekanisme respon cepat. Mayoritas laporan mendesak tersebut berkaitan dengan pelayanan rumah sakit. Selain itu, Ombudsman turut melakukan empat investigasi atas prakarsa sendiri, termasuk kasus penahanan ijazah di sekolah dan madrasah.
Adel mengungkapkan bahwa pola pengaduan masyarakat Sumbar masih didominasi oleh kunjungan langsung ke kantor Ombudsman. Metode ini tetap menjadi pilihan utama dalam lima tahun terakhir, disusul pengaduan melalui telepon, surat, dan surat elektronik.
Baca juga :Percepat Pemulihan Pascabencana, Pemerintah Siap Bangun 100 Huntara di Kayu Pasak Palembayan
Program turun langsung ke lapangan atau jemput bola juga membuka sejumlah persoalan laten di tingkat nagari. Salah satu temuan penting adalah masih banyaknya warga yang belum memiliki buku nikah akibat hambatan administratif. Kondisi tersebut berdampak luas terhadap akses layanan dasar, mulai dari layanan kesehatan, pencatatan kelahiran, hingga penerimaan bantuan sosial.
“Tanpa buku nikah, hak-hak dasar masyarakat terhambat. Persoalan ini harus dituntaskan bersama KUA dan Kementerian Agama. Kami menargetkan penyelesaiannya rampung pada Desember ini,” jelas Adel.
Dari sisi kinerja nasional, capaian Ombudsman Sumbar menempatkan daerah ini pada peringkat empat nasional dan masuk dalam 10 besar perwakilan dengan tingkat penyelesaian laporan tertinggi.
Dalam penanganan kasus penahanan ijazah, Ombudsman Sumbar mencatat hasil signifikan. Lebih dari 1.000 ijazah siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) berhasil diperbaiki statusnya dan dikembalikan kepada pemilik. Sementara itu, penanganan di tingkat SMA dan SMP masih berjalan, meskipun respons dari sejumlah SMA dinilai relatif lamban.






