Renstra Ikut Menentukan Pembangunan Lingkungan Hidup Berkelanjutan, Inklusif, dan Berkeadilan
Padang, Sindotime-Perencanaan pembangunan lingkungan hidup
yang berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan lima tahun ke depan sangat
dibutuhkan. Ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional untuk
memastikan bahwa Sumbar bukan hanya membangun dari sisi fisik dan ekonomi, tetapi
juga dari sisi kualitas lingkungan hidup, ekosistem, dan daya dukung alam yang
menjadi warisan dan amanah untuk generasi mendatang.
Ini dikatakan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dalam Forum
Organisasi Perangkat Daerah/Lintas Perangkat Daerah Rancangan Rencana Strategis
(Renstra) 2025-2029 diselenggarakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar di Aula
Gubernur Sumbar, Senin (30/6).
“Sebagaimana kita ketahui bersama, arah pembangunan Sumbar untuk
lima tahun ke depan telah dituangkan dalam RPJMD dengan visi besar yakni Sumbar
Madani yang Maju dan Berkeadilan,” kata Mahyeldi Ansharullah.
Disebutkan, kata “Madani” mengandung makna mendalam tentang masyarakat
religius dengan nilai spiritual yang tinggi, berpikiran maju dan memiliki
tatanan kehidupan demokratis serta berkeadilan.
“Maju” mencerminkan Peradaban maju dengan Pembangunan disemua
aspek berbasiskan nilai dan norma Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah. Sedangkan “Berkeadilan” menuntut agar pembangunan yang inklusif
dapat dirasakan semua pihak serta tetap memperhatikan keberlanjutan kualitas
lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah salah satu pilar penting dalam mencapai
ketiga aspek visi tersebut. Tanpa lingkungan yang sehat dan lestari, tidak akan
ada kemajuan yang berkelanjutan. Tanpa keadilan lingkungan, ketimpangan akan
makin dalam, dan generasi mendatang akan mewarisi beban ekologis yang berat.
Karena itu, penyusunan Renstra Dinas Lingkungan Hidup 2025-2029
harus dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa ini bukan sekadar dokumen
teknokratik, tetapi sebuah peta jalan moral dan operasional untuk menyelamatkan
masa depan daerah.
“Dalam konteks global, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap
tantangan perubahan iklim yang makin nyata dampaknya. Fenomena cuaca ekstrem,
penurunan kualitas udara dan air, kehilangan keanekaragaman hayati, serta meningkatnya
bencana ekologis telah menjadi peringatan keras bagi kita semua. Sumatera Barat
bukan pengecualian. Kita telah merasakan sendiri bagaimana banjir, longsor,
abrasi, dan kebakaran hutan kian sering terjadi,” akunya.
Rencana strategis ini diharapkan berkontribusi nyata dalam penurunan
intensitas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) serta memperkuat ketahanan daerah dalam
menghadapi dampak perubahan iklim. Tidak hanya berfokus pada target administratif,
tetapi betul-betul menjadi refleksi kebutuhan riil masyarakat dan tantangan lingkungan
yang kita hadapi. Sehingga terlihat rencana kerja yang inovatif, berbasis data
dan ilmu pengetahuan, namun juga berpijak pada nilai-nilai lokal dan
partisipasi masyarakat.
Menghadapi kompleksitas masalah lingkungan, dibutuhkan sinergi
dengan Dinas BMCKTR, ESDM, Kehutanan, Pertanian, Perhubungan, bahkan sektor
pendidikan dan budaya. Karena menjaga lingkungan tidak cukup hanya dengan
teknologi dan regulasi, tetapi juga dengan pendidikan karakter, kampanye
publik, dan kolaborasi yang menyentuh hati masyarakat.
Pada kesempatan itu, Mahyeldi juga menyoroti viralnya
penolakan masalah rencana PT Sumber Pemata Sipora berinvestasi di bidang Perizinan
Berusaha Pemanfaatan Hutan. Untuk itu, DLH agar betul-betul mengkaji baik
buruknya dengan mengikuti segala aturan perundang-undangan yang ada dalam
melakukan penilaian amdal yang sedang berlangsung, kaji dampak yang mungkin
terjadi dan apa antisipasinya.
Kemudian juga terkait viralnya foto-foto kayu diatas ponton
dan foto kayu di logpond atau dermaga buatan sendiri. Sebenarnya sesuai
informasi dinas kehutanan, itu adalah milik masyarakat perorangan atau kaum
suku setempat yang memperoleh semacam Hak Akses SI PUHH online untuk
mendapatkan dokumen angkutan kayu dari UPT Kementerian Kehutanan yang ada di Pekanbaru.
Kemudian untuk penebangan kayunya masyarakat bekerjasama dengan perusahaan
swasta tertentu dalam melakukan penebangan dan pengangkutan kayu bulat
“Jadi itu tidak ada izinnya secara khusus, tetapi lebih pada
kebijakan di kementerian kehutanan. Dan kebijakan ini harus dievaluasi, masak untuk
menebang kayu di lahan 50-100 Ha tidak ada izin resmi atau izin khususnya
seperti izin lingkungan dan izin lain. Seperti halnya izin usaha galian C yang
kadang hanya seluas 5-10 Ha saja wajib mendapatkan berbagai izin dan
persetujuan lingkungan. Ini juga sudah tidak benar dalam regulasi,” katanya.
Kepala DLH Sumbar, Tasliatul Fuaddi menyebut, sejumlah
isu-isu lingkungan hidup yang dibahas pada forum ini di antaranya seperti pengelolaan
sampah dan limbah, kebencanaan yang salah satunya dipicu banyaknya lahan yang
sudah beralih fungsi, begitu juga keberadaan tambang-tambang emas illegal,
belum lagi pencemaran air danau Maninjau akibat keramba milik masyarakat.
Ini menjadi fokus di renstra yang dibahas bersama OPD
provinsi, pegiat lingkungan, termasuk instansi vertikal. Sesuai dengan target
indikator kinerja RPJMN dan RPJMD. Seperti Indikator Kinerja Lingkungan Hidup
(IKLH), penurunan emisi GRK, pelayanan dan pengeloaan sampah di TPA.
“Sehingga terwujudnya peningkatan kualitas lingkungan hidup untuk
mendukung kesejahteraan masyarakat dan resiliensi terhadap bencana dan
perubahan iklim. Sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan,” sebut
Tasliatul Fuaddi.(zoe)
COMMENTS