NTT Sangat Membutuhkan Bus Angkutan Perintis
NUSA Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi yang selain
wilayahnya terdiri dari banyak pulau, juga infrastruktur jalannya tidak sebaik
di Pulau Jawa dan Bali, sehingga
memerlukan layanan angkutan perintis, baik dengan angkutan laut, udara, maupun
darat guna menunjang mobilitas warga.
Hal itu Angkutan Perintis amat diperlukan mengingat kalau
layanan komersial maka biaya transportasinya akan amat mahal, sehingga tidak
terjangkau oleh warga.
Layanan bus Angkutan Perintis amat diperlukan di wilayah NTT
mengingat wilayah daratnya cukup luas dan infrastruktur jalannya tidak sebagus
di Jawa, sehingga kurang menarik swasta untuk memberikan layanan transportasi
secara komersial, apalagi jumlah penduduknya tidak sebanyak di Jawa, sehingga
potensi penumpangnya (demand) juga tidak terlalu tinggi. Atas dasar
pertimbangan seperti itulah maka Angkutan Perintis yang berbasis bus amat
diperlukan kehadirannya.
Layanan bus Angkutan Perintis yang dimaksudkan di sini
adalah layanan bus dengan tarif bersubsidi sehingga ongkosnya terjangkau oleh
masyarakat NTT, tapi juga tidak merugikan operator. Selisih antara biaya operasional bus dengan
tarif yang dibayarkan oleh masyarakat itu ditanggung oleh Pemerintah melalui
Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Batasan suatu rute perlu dilayani oleh
Angkutan Perintis itu bila Tingkat keterisian armada (load factor) di rute
tersebut kurang dari 70%. Bila sudah mencapai di atas 70% maka sudah dapat
dilayani oleh angkutan komersial. Namun
kalau Tingkat keterisiannya di bawah 70% sementara layanan tersebut amat
dibutuhkan oleh Masyarakat, maka layak untuk dilayani oleh Angkutan Perintis.
Saat ini, Angkutan Perintis berbasis bus yang ada di NTT
terdapat di Pulau Timor, relasi Kupang – Ayutopas – Besikama (230 km), Pulau
Flores, relasi Ende – Maronggelo (185 km), dan Sumba (Waingapu – Tabundung (190
km). Namun sejak 2024 masuk operator swasta PO Sinar Jaya. Menurut Kepala BPTD
NTT Robert Tall, sejak dirinya menjadi Kepala BPTD NTT memang mengundang
operator swasta untuk turut melayani Angkutan Perintis di wilayah kerjanya
dengan maksud untuk menciptakan peningkatan layanan yang lebih baik. Dan
ternyata, operator baru ini mampu menyediakan layanan yang lebih baik, dengan
armada yang digunakan lebih baru.
Sebagai Gambaran mengenai pentingnya keberadaan Angkutan
Perintis. Angkutan Perintis yang dijalankan oleh Perum DAMRI untuk rute Kupang
– Ayotupas sepanjang 232 km, tarifnya hanya Rp. 50.000,-. Tarif yang dibayarkan
oleh masyarakat tergantung jarak tempuhnya. Sebagai contoh untuk rute yang sama,
tapi warga yang naik dari Soe menuju ke Ayotupas sepanjang 122 km tarifnya Rp.
30.000,-; rute Niki-niki – Ayotupas dengan jarak 96 km tarifnya sebesar Rp.
25.000,-. Tarif yang dibayarkan oleh
masyarakat berdasarkan jarak tempuh ini cukup meringankan beban warga. Dengan
kondisi jalan yang naik turun dan kalau hujan juga becek, tarif tersebut
ktergolong amat, dan itu hanya terjadi karena tarifnya disubsidi oleh
Pemerintah.
Subsidi dari Pemerintah itu amat penting mengingat tingkat
keterisian bus Angkutan Perintis yang
dioperasikan oleh DAMRI selama lima tahun terakhir cenderung rendah dan
fluktuatif. Sebagai contoh, rute Kupang – Naimata dengan jarak tempuh 20 km.
Pada tahun 2020 dari 952 ritase hanya mengangkut 2.729 penumpang atau tingkat
keterisiannya 7,54% saja. Berturut-turut menjadi 5,78% (2021), 2,11% (2022),
kemudian ngedrop menjadi 0,67% (2023), dan naik cukup signifikan pada tahun
2024 menjadi 13,15%. Tingkat keterisian tertinggi pernah terjadi pada rute
Kefamenanu – Naob yang pada tahun 2020 dari 600 ritase mampu mengangkut 9.326
penumpang (46,26%). Namun setelah itu berturut-turut turun menjadi 39,78%
(2021), 33,80% (2022), kemudian merosot menjadi 8,01% (2023), dan merosot lagi
menjadi 1,95% (2024).
Kecenderungan jumlah penumpang yang fluktuatif juga terjadi
pada rute Enge – Nggela dengan jarak tempuh 95 km. Pada tahun 2020 tingkat
keterisian mencapai 19,22%, kemudian naik menjadi 27,89% (2021), naik lagi
menjadi 28,76% (2022), tapi kemudian merosot menjadi 8,39% (2023), kemudian
Kembali naik menjadi 16,14% (2024), dan 2025 hingga bulan Juli mencapai 37,87%.
Fenomena yang sama terjadi pada layanan Angkutan Perintis di
Pulau Sumba untuk rute Waingapu – Tanarara – Kananggar sepanjang 119 km. Pada
tahun 2020 tingkat keterisian mencapai 25,31%, tapi kemudian merosot menjadi
16,23% (2021), turun lagi menjadi 11,27% (2022), turun lagi menjadi 8,05%
(2023), lalu ngedrop tinggal 1,39% (2024), dan pada tahun 2025 ini sampai bulan
Juli mencapai 24,92%.
Meskipun ada kecenderungan jumlah penunpang Angkutan
Perintis menurun, tapi tidak berarti kebijakan Angkutan Perintis perlu
dihentikan. Kebijakan tersebut tetap perlu dijalankan guna memberikan layanan
transportasi bagi warga yang tinggal di daerah-daerah dan memerlukan angkutan
umum yang terjangkau untuk melakukan mobilitas geografis. Yang diperlukan
adalah kajian khusus mengenai faktor penurunannya dan strategi untuk
mengoptimalkan Angkutan Perintis berbasis bus ini.
Kebutuhan sarana baru
Boleh jadi salah satu persoalan yang memicu merosotnya
jumlah penumpang untuk Angkutan Perintis berbasis bus ini adalah kondisi sarana
yang kurang memadai. Selain terbatas jumlahnya kualitasnya juga rendah.
Sebagian armada yang digunakan saat ini sudah berusia lebih dari 10 tahun
sehingga wajar memerlukan pembaruan. Hal ini membuka ruang bagi dukungan
pemerintah dan operator untuk menghadirkan layanan yang lebih prima.
Keterbatasan sarana memang merupakan kendala utama
pelaksanaan Angkutan Perintis di NTT yang dilaksanakan oleh Perum DAMRI. Dengan
hanya tersedia satu unit (armada) untuk satu rute, tentu tidak mampu memberikan
layanan secara optimal karena tidak dapat melayani dua arah dalam waktu yang
bersamaan. Yang terjadi selama ini adalah misalkan Hari Senen pagi berangkat
dari Kupang menuju Ayutopas, maka layanan Ayutopas – Kupang baru dapat
dilaksanakan Hari Selesa (esok hari), karena menunggu kedatangan bus yang dari
Kupang.
Kecuali jumlahnya yang amat minim dan kondisi kendaraannya
yang sudah lebih dari 10 tahun, kendala layanan Bus Perintis ini menurut Robert
Tall, Kepala BPTD NTT adalah soal keberadaan sarana yang tidak sesuai dengan
kondisi geografis dan kebutuhan masyarakat. Kondisi geografis di NTT itu tidak
datar, naik turun dan kondisi jalannya banyak yang rusak. Kebutuhan masyarakat
juga tidak hanya untuk pergerakan orang saja, tapi juga barang-barang hasil
tani, kebon, hutan, ternak, dan laut yang akan mereka jual ke kota (Kupang dan
sekitarnya). Oleh karena itu, jenis kendaraan yang dibutuhkan juga yang mampu
menjawab kebutuhan masyarakat NTT akan angkutan orang dan barang. Dengan
demikian, warga dari daerah-daerah di NTT bisa menjual barang-barang hasil
tani, hutan, kebon, ternak, atau laut ke kota dengan biaya yang lebih murah
sehingga kesejahteraannya meningkat.
Sebagai gambaran, sampai dengan pertengahan dekade 1990-an
di Kota Surabaya itu ada jenis angkutan Angguna, yaitu jenis angkutan yang
merupakan penggabungan angkutan orang dan barang. Kursi bagian depan untuk
penumpang 3-4 orang dan di bagian belakang untuk barang. Jenis armada seperti
inilah yang menurut Robert cocok dikembangkan sebagai bus Angkutan Perintis di
NTT, karena menjawab kebutuhan untuk mobilitas orang dan barang. Tentu dengan
spek yang lebih besar mengingat bentuk armadanya berupa bus. Tampaknya,
Direktorat Sarana Ditektorat Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan
perlu membuat spek kendaraan bus Angkutan Perintis yang cocok untuk melayani
daerah-daerah Indonesia bagian timur.
Selain itu, kebijakan Angkutan Perintis berbasis bus ini
juga perlu dibenahi. Sejak 2016 kebijakan subsidi difokuskan pada biaya
operasional, sehingga pengadaan armada baru membutuhkan keterlibatan operator
maupun alternatif dukungan lainnya. Pola ini mendorong kolaborasi lebih erat
antara pemerintah dan operator swasta untuk memperkuat layanan di wilayah
timur.”
Terminal sebagai Titik Pemberangkat
Direktorat Prasana Direktorat Perhubungan Darat Kementerian
Perhubungan melalui BPTD NTT telah berhasil membangun termina Tipe A yang cukup
bagus dan nyaman di Kota Kupang. Tujuan pembangunan Terminal Tipe A ini jelas
dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum di wilayah NTT agar
masyarakat NTT juga dapat merasakan layanan infrastruktur transportasi yang
berkselamatan, aman, dan nyaman.
Sayang keberadaan terminal yang bagus itu belum dimanfaatkan
secara optimal oleh layanan Angkutan Perintis, karena Angkutan Perintis
khususnya DAMRI pemberangkatannya tidak dari terminal, melainkan dari pool
DAMRI yang tidak jauh dari Lokasi terminal. Sebaiknya ke depan, semua
pemberangkatan baik itu bus ALBN (Angkutan Lintas Batas Negara) maupun Angkutan
Perintis titik pemberangkatannya dari terminal. Selain memudahkan akses
penumpang maupun calon penjemput, fasilitas di Terminal Tipe A Kupang juga lebih lengkap dan nyaman.
Salah satu alasan Angkutan Perintis belum seluruhnya
berangkat dari Terminal Tipe A Bimoku Kupang berkaitan dengan persyaratan
kelaikan kendaraan. Sebagai penanggung jawab, pihak terminal memiliki kewajiban
memastikan seluruh armada yang beroperasi memenuhi standar keselamatan.
Ketentuan ini pada dasarnya memberikan perlindungan bagi penumpang dan juga
bagi operator, karena hanya kendaraan yang laik jalan yang akan mendapatkan
izin. Dengan adanya aturan tersebut, operator pun terdorong untuk terus
membenahi armadanya agar dapat memberikan layanan yang lebih aman dan nyaman
bagi masyarakat.
Setidaknya ada tiga komponen yang dilakukan pemeriksaan di
Terminal Tipe A Kupang, yaitu aspek administrasi (surat-surat kendaraan seperti
KIR, kartu AS dan SIM pengemudi), teknis utama (ban, lampu, pengereman, fisik
kendaraan, dan sebagainya), serta teknis penunjang, seperti ban cadangan, APAR,
segitiga pengaman untuk keselamatan, P3K, dan sejenisnya. Hasil pemeriksaan
kendaraan di terminal ini terkoneksi langsung dengan aplikasi Mitra Darat,
sehingga kalau ada satu unsur saja yang tidak ada, tidak ngeklik, sehingga
tidak diizinkan berjalan.
Semua itu dimaksudkan untuk menjaga aspek keselamatan,
sehingga apabila hal itu dipatuhi, maka akan menjamin aspek keselamatan
Angkutan Perintis berbasis bus di NTT. Semua operator Angkutan Perintis
sebaiknya tunduk pada aturan tersebut. Dengan titik pemberangkatan Angkutan
Perintis di Terminal Tipe A Kupang, selain memberikan jaminan aspek keselamatan
armada, juga akan mengoptimalkan fungsi Terminal Tipe A yang sudah dibangun
dengan biaya mahal tersebut. Juga memudahkan pengantaran/penjemputan penumpang
secara selamat, aman, dan nyaman.(***)
COMMENTS